Seputar Dunia dan Akhirat

Seputar Dunia dan Akhirat

Senin, 27 Juni 2011

Umur 18 Tahun Ibnu Khaldun Sudah Menguasai Ilmu Islam dan Umum, Kenapa Anak Kita Masih Les?

Umur 18 Tahun Ibnu Khaldun Sudah Menguasai Ilmu Islam dan Umum, Kenapa Anak Kita Masih Les?


Hebat sekali, pada umur 18 tahun Ibnu Khaldun sudah menguasai ilmu keislaman dan umum. Pada umur itu ia juga sudah mandiri dalam belajar dan tidak bergantung kepada seorang guru. Tentunya apa yang dialami Ibnu Khaldun berbeda dengan anak-anak kita saat ini, dimana pada umur sekian masih disibukkan dengan les sana- les sini. Anak-anak kita pun belum mandiri dalam belajar dan masih harus terikat pada seorang guru.
Temuan itu diungkap oleh Dinar Kania Dewi, Kandidat Doktor Pendidikan Islam, dalam Diskusi Sabtuan INSISTS, berjudul Konsep Pendidikan Ibn Khaldun dalam Kitab Muqaddimah, Sabtu, 25/06/2011.
Ibnu Khaldun (1332 M/732 H) merupakan salah satu ilmuwan besar yang lahir ketika peradaban Islam mengalami ujian berat di Timur maupun di Barat. Bisa dikata Ibnu Khaldun adalah ulama langka. Namanya harum hingga Eropa dan Amerika sebagai asset ilmuwan dunia yang menguasai berbagai jenis keilmuan.
Selain menguasai ilmu hadis dan fiqh, Ibn Khaldun juga menguasai ilmu-ilmu rasional (filosofis), yaitu teologi, logika, ilmu alam, matematika dan astronomi. Selain itu, Ibnu Khaldun juga seorang pendidik.
Berbeda dengan konsep Pendidikan Sekular, Ibn Khaldun berpandangan bahwa kebenaran yang hakiki bersumber dari Allah SWT. “Ibnu Khaldun selalu meletakkan wahyu sebagai premis mayor, bukan premis minor,” kata Dinar.
Dalam kitabnya Muqaddimah, Ibnu Khaldun juga menyoroti problematika pendidikan pada zamannya yang masih relevan hingga saat ini. Menurut Ulama yang pernah menjadi Qadi di Universitas Al Azhar itu, ringkasan yang biasa diperintahkan seorang guru kepada murid adalah salah satu bentuk masalah dalam pengajaran.
“Ini bisa jadi intropeksi juga bagi kita, yang kadang suka baca buku ringkasan, ketimbang buku rujukannya langsung,” sambung Ibu dua anak ini.
Selain itu, beragamnya metode dalam pendidikan menyebabkan pelajar menghabiskan banyak waktu dan energi untuk menguasai berbagai metode yang sebenarnya maknanya satu dan sama. Dinar pun akhirnya mengkritik kebijakan pemerintah yang kerap berganti-ganti kebijakan.
“Saat ini pemerintah kita ganti menteri, ganti kebijakan. Metode pun berbeda-beda dalam pendidikan kita saat ini dari mulai quantum learning, accelerated learning, hipnoparenting dan lain sebagainya.” Kritik Direktur Operasional Andalusia Islamic Education Management Service itu.
Salah satu ciri khas konsep pendidikan yang dilahirkan oleh Ulama kelahiran Tunisia tersebut adalah apa yang disebut dengan malakah. Malakah bisa dikatakan kebiasaan yang sudah mengakar dalam diri seseorang hingga bentuk perbuatan itu dengan kokoh tertanam (dalam pikiran). Mencapai malakah hanya dimungkinkan melalui pembelajaran yang bertahap (tadrij) disertai pengulangan dan pembiasaan.
“Malakah akan menciptakan pengetahuan reflek pada seseorang. Ilmu yang sudah dipelajarinya akan menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.” jelas Dinar
Metode paling mudah untuk memperoleh malakah, kata Ibnu Khaldun, adalah dengan melalui latihan diskusi atau debat ilmiah guna mengungkapkan pikiran-pikiran dengan jelas dan perdebatan masalah-masalah ilmiah. Inilah cara yang mampu menjernihkan persoalan dan menumbuhkan pengertian dan bukan melalui hapalan tanpa memahami makna yang terkandung di dalamnya
“Makanya, Ibnu Khaldun itu dianggap ahli dalam ilmu retorika,” ungkap Dinar.
Ada tiga hal metode pengajaran yang diperkenalkan oleh Ibnu Khaldun. Pertama adalah Penyajian Global (sabil al-ijmal). Pada tahap awal pengajaran sebuah disiplin ilmu/ aspek keterampilan, guru hendaknya menyajikan hal-hal pokok, problem-problem yang prinsip dari setiap materi pembahasan dalam bab-bab yang dijelaskan. Keterangan atau penjelasan dari guru harus bersifat global (ijmal) serta memperhatikan potensi intelek (aql) dan kesiapan (isti’dad) dari masing-masing peserta didiknya untuk menangkap apa yang diajarkan kepadanya.
Kedua, Pengembangan (al-syarh wa al-bayan). Pengetahuan atau keterampilan yang disajikan harus diangkat ketingkat yang lebih tinggi. Guru harus menyertakan ulasan tetang berbagai aspek yang menjadi kontradiksi di dalamnya dan ragam pandangan (teori) yang terdapat pada materi tersebut. Keahlian pelajar pada tahap ini harus lebih disempurnakan.
Terakhir adalah penyimpulan (takhallus).Pokok pembahasan harus disampaikan dengan lebih mendalam dan lebih rinci dalam konteks yang menyeluruh. Segala aspek yang ada berserta pemahamannya harus dipertajam lagi dan semua masalah penting, sulit dan kabur harus dituntaskan. Pada tahap terakhir ini diharapkan malakah dari pelajar mencapai kesempurnaan. (pz)
Sumber; http://www.eramuslim.com/berita/nasional/umur-18-tahun-ibnu-khaldun-sudah-menguasai-ilmu-islam-dan-umum-kenapa-anak-kita-masih-les.htm

“Jangan Ajarkan Surga dan Neraka Dulu Pada Anak, Lho?”

“Jangan Ajarkan Surga dan Neraka Dulu Pada Anak, Lho?”

Konsep Pendidikan anak ala Barat yang mengajarkan untuk tidak mengenalkan surga dan neraka dahulu pada anak mulai menjadi tren di kalangan orang tua muslim. Mereka menilai penjelasan surga dan neraka akan membuat anak bingung karena hal itu dinilai tidak konkret.
Hal inilah yang dikritik tajam oleh Dinar Kania Dewi. Kandidat Doktor Pendidikan Islam yang aktif di INSISTS itu menilai kejadian ini tidak terlepas dari konsep worldview Barat yang belum dipahami umat Islam.
“lmu Barat itu menjadikan rasio sebagai satu-satunya alat ilmu pengetahuan dan metafisik dihilangkan. Kalau sudah seperti itu, tentunya ini akan berpengaruh pada metodologi pembelajaran.” Ujarnya saat ditemui Eramuslim.com, Sabtu siang, 25/06/2011.
Penjelasan para praktisi parenting yang mengatakan konsep ini sudah melewati serangkaian penelitian pun dipertanyakan oleh Dinar.
“Kita harus hati-hati terhadap penelitian. Penelitian itu akan sangat bergantung dari worldview si peneliti. Penelitian ilmiah itu dalam kategori Barat bermasalah. Barat mengenyampingkan otoritas wahyu karena wahyu dinilai tidak ilmiah. Sedangkan dalam Islam wahyu itu sangat ilmiah. Makanya penelitian-penelitian Barat secara metodologi bermasalah.” Tambah Direktur Operasional, Andalusia Islamic Education and Management Service (AIEMS) ini
Dinar memberikan contoh kekeliruan konsep penelitian Barat pada kasus Spiritual Quotient yang banyak dipakai dalam pelatihan-pelatihan kepribadian.
“Seperti pada konsep SQ Danah Zohar, siapa yang dijadikan sampel penelitannya?” tanya Dinar.
“Itu orang-orang yang sakit ayan. Dari orang yang sakit ayan itu mereka melihat ada pencapaian SQ. Itu dibilangnya ilmiah. Padahal itu dalam Islam sangat tidak ilmiah.” Paparnya.
Menurut Dinar, Islam menjadikan orang-orang yang baik dan soleh sebagai objek penelitian, “Dalam Islam jika ingin melihat orang yang mencapai tingkat spiritualitas yang dijadikan objek penelitian (adalah) orang-orang sholeh, bukan orang sakit ayan.”
Dinar berpesan kepada para praktisi parenting dan orang tua untuk hati-hati dalam menerapkan ilmu parenting Barat kepada anak. Nilai-nilai sekularisme banyak masuk lewat pintu pendidikan.
“PR kita masih banyak. Paling adil saat melihat suatu penelitian, kita lihat dulu siapa yang meneliti, metode apa yang digunakan.”
Akhirnya dalam penilaian Dinar, minimal ada tiga hal yang dihindari dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ala Barat, yaitu mengenyampingkan hal-hal yang metafisik, hukuman fisik, dan konsep hafalan. (pz)
Sumber: http://www.eramuslim.com/berita/nasional/jangan-ajarkan-surga-dan-neraka-dulu-pada-anak-lho.htm

Rabu, 15 Juni 2011

Teolog Kristen, "Saya Meyakini Quran Sebagai Firman Tuhan"

Teolog Kristen, "Saya Meyakini Quran Sebagai Firman Tuhan"



Setelah membaca dengan seksama dan mendalami kandungan isi Al-Quran selama bertahun-tahun, Profesor Walter Wagner--seorang pakar teologi dari AS--menyimpulkan bahwa Tuhan sedang bicara pada seluruh umat manusia lewat kitab suci itu.
Ia mengakui mengagumi isi Al-Quran. Untuk itu, ia menulis hasil penelitiannya selama bertahun-tahun tentang Al-Quran dalam sebuah buku berjudul "Opening the Quran". Lewat buku itu, Profesor Wagner mengatakan ingin menyebarluaskan tentang isi Al-Quran yang luar biasa, pada para pembaca, pada para mahasiswanya, termasuk pada dirinya sendiri untuk memperdalam pemahamannya terhadap isi Al-Quran.
Situs berita Zaman yang berbasis di Turki menyebut buku "Opening the Quran" karya Profesor Wagner sebagai buku yang sangat inspiratif bukan hanya untuk non-Muslim tapi juga untuk kalangan Muslim, termasuk mereka yang berminat mempelajari Islam dan kitab suci Al-Quran.
Dalam wawancara dengan Zaman, Profesor bidang teologi di Moravian College dan Theological Seminary ini mengungkapkan pengalamannya yang istimewa, yang membawanya pada Al-Quran serta pandangan-pandangannya tentang ajaran yang terkandung dalam Al-Quran. Berikut petikannya;
Apa yang menginspirasi Anda untuk menulis buku tentang Al-Quran?
Buku ini menjadi bagian dari pengalaman belajar saya selama lebih kurang selama 20 tahun. Saya pikir, saya baru memulai untuk memahami Al-Quran. Tapi sebenarnya, karena adanya hubungan antara Yudaisme, ajaran Kristen dan Islam, kami satukan bukan hanya di beberapa bagian terkait budaya dan teologi, tapi juga dalam sejarahnya.
Sudah berapa kali kita berbenturan dalam hal pemikiran dan ada masa-masa pertikaian yang melibatkan persenjataan. Tapi kita semua juga menyembah Tuhan yang sama. Dan untuk melakukan itu, seharusnya, diluar pengalaman saya mengajar, ada upaya untuk memahami agama lain, dan ini perlu usaha keras. Bagi seorang pengajar, butuh kerja keras untuk mengajarkan orang lain, tapi yang harus paling banyak belajar adalah guru itu sendiri.
Jadi, buku ini menjadi pengalaman belajar saya sendiri dan saya beruntung sekali mendapatkan pengalaman berinteraksi dengan Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, terutama tujuh tahun belakangan ini, dimana saya berinteraksi dengan komunitas Muslim Turki. Salah satu kekuatan buku tentang Quran ini adalah, menjelaskan pada diri saya sendiri dan pembaca lainnya, khususnya di masa penting seperti saat ini, dimana kita harus saling memahami antar sesama pemeluk agama.
Jadi, bisa dikatakan, Anda sebenarnya menulis buku "Opening the Quran" ini untuk diri Anda sendiri?
Ya. Anda akan menemukan bahwa para penulis menuliskan suara hatinya. Buat Anda yang muslim, pasti tahu siapa yang bicara dalam Al-Quran. Tapi, siapa yang bicara dalam buku (Wagner) ini? Beberapa bagian adalah suara seorang akademisi; yang bicara seorang profesor. Beberapa bagian lainnya adalah pendapat pribadi.
Menarik sekali. Pertanyaan selanjutnya, "suara" apa yang merasuk ke benak Anda ketika Anda membaca Quran? Siapa menurut Anda yang bicara dalam Quran?
Saya meyakini bahwa Quran adalah buku yang menginspirasi. Saya percaya Tuhan menginspirasi banyak orang dan banyak nabi serta utusan-Nya, dan yang ada dalam Quran adalah suara Tuhan Yang Mahasuci, yang bicara pada kita--menyuarakan tentang keadilan dan perdamaian, bicara tentang umat manusia yang harus hidup saling berdampingan dengan damai, dan saling membantu. Itulah suara yang saya dengar, suara yang kemudian saya coba teruskan pada para pembaca, mahaiswa, dan pada diri saya sendiri.
Bisakah Anda menjelaskan metodologi dan bagaimana cara Anda mempelajari Al-Quran?
Bagi seorang non-Muslim, membaca Quran untuk pertama kalinya mungkin pengalaman yang membingungkan. Bagi kami, yang berlatar belakang memiliki tradisi membaca Alkitan, harapannya mungkin akan seperti membaca Genesis, Exodus atau Injil Mark; akan ada sebuah rentetan cerita. Namun Anda akan menemukan bagian-bagian yang tersebar di beberapa tempat, yang secara keseluruhan saling terkait. Perlu dibaca berulang-ulang, direnungkan dan penggambaran dalam pikiran Anda agar bisa memahaminya. Tapi, saya kira, langkah pertama adalah jangan mudah menyerah. Saran pertama adalah, membacanya mulai dari halaman belakang ke depan, untuk memahami tentang nabi-nabi. Perlu juga membaca apa penjelasan atau penafsiran berbagai tokoh tentang isi Al-Quran.
Sejauh mana proses mempelajari Al-Quran berpengaruh pada diri Anda, apakah proses itu membawa perubahan pada hidup Anda?
Saya kira, yang paling terpenting adalah saya jadi lebih memahami Islam dan Al-Quran, soal kewajiban salat, dan ada perasaan yang mendalam soal salat ini dan bagaimana kehidupan bisa dibingkai lewat salat dan doa. Pemahaman saya yang masih sedikit tentang Islam, cukup membuat saya mengakui bahwa Islam adalah agama yang berdasarkan pada ajaran tentang "Sang Pencipta". Buat saya, hal ini merupakan sebuah ajaran etika yang luar biasa, dan ketika saya melihat orang lain, saya mengakui bahwa mereka adalah perwakilan Tuhan di bumi untuk menjaga dunia ini.
Kita tahu, bahwa Barat kerap mengkritik bagaimana Quran memosisikan kaum perempuan. Menurut Anda sendiri bagaiman Quran memosisikan kaum perempuan?
Pertama sekali, penting dipahami bahwa laki-laki dan perempuan memiliki derajat yang sama di mata Tuhan. Laki-laki dan perempuan sama-sama bertanggung jawab atas nasib mereka sendiri. Seorang perempuan bisa masuk neraka sama gampangnya dengan seorang lelaki. Seorang perempuan juga bisa masuk surga sama mudahnya dengan seorang laki-laki. Ini adalah ajaran agama yang mengagumkan tentang persamaan kedudukan antar kaum lelaki dan perempuan.
Tapi ada perbedaan sosial dalam Quran, dan Barat tidak suka itu. Perbedaan itu terkait aspek fisik dan beban tanggung jawab antar lelaki dan perempuan. Saya pernah bertemu dengan seorang imam yang mengatakan bahwa adalah tanggung jawab suami untuk memastikan bahwa kebutuhan keluarganya terpenuhi, dan adalah tanggung jawab seorang istri untuk membesarkan dan mendidik anak-anak serta mengatur kehidupan dalam keluarga. Jika seorang perempuan punya kepentingan ke luar rumah, maka ia harus bernegosiasi mendapatkan izin dari suaminya. Jadi, tetap ada negosiasi dalam sebuah ikatan perkawinan.
Lalu bagaimana pendapat Anda soal ayat-ayat dalam Quran yang berkaitan dengan jihad?
Ada banyak penafsiran yang berbeda tentang jihad dalam Islam. Ini berkaitan dengan konteks sejarah. Tapi saya pikir, penting bagi kita untuk mengetahui akar kata "jihad" yang artinya "pengerahan tenaga" atau "perjuangan". Dalam Quran, masalah jihad disebut sekitar 35 atau 36 kali dan hanya 5 diantaranya yang berhubungan dengan kemiliteran.
Tradisi Islam dan Quran juga mengajarkan untuk memperlakukan para tawanan dengan baik. Anda tidak perlu menggunakan bom napalm terhadap orang yang hanya menggunakan pistol. Islam dan Quran juga mengajarkan untuk mencintai lingkungan hidup, Anda tidak boleh merusak, Anda tidak boleh menganiaya musuh yang sudah menyerah atau ketika ada kesepakatan gencatan senjata.
Pertanyaan terakhir, bagaimana tanggapan pembaca atas buku Anda, apakah ada kritik dari kalangan Kristen maupun Muslim?
Secara umum, kalangan Kristiani menyukai buku ini. Kalaupun mengkritik hanya beberapa masalah kecil saja. Sedangkan di kalangan Muslim, ketika saya memberikan kuliah tentang pengenalan Islam, ada seorang mahasiswa Pakistan yang agak jengkel pada saya. Menurut mahasiswa itu, kalau saya mengatakan hal-hal yang positif tentang Quran, seharusnya saya pindah agama ke Islam. Di kelas lainnya, seorang mahasiswi mengatakan pada saya, "Kapan Anda akan mengekpose Islam sebagai agama hasil pekerjaan orang-orang jahat?"
Jadi ada dua kubu yang memberi tanggapan berbeda. Saya berdiri di antara dua kubu itu. Saya pun belajar memahami tentang karakter beragam orang. Tapi sebagian besar Muslim, mereka menyatakan berterima kasih saya menulis buku "Opening the Quran" ini. (kw/Zaman)
dari: rtamuslim.com

Senin, 13 Juni 2011

Mufti Bulgaria: Negara telah Gagal, Umat Islam Harus Melawan dari Serangan

Mufti Bulgaria: Negara telah Gagal, Umat Islam Harus Melawan dari Serangan


Sebagian masyarakat Bulgaria terkendala dengan Islamofobia, kata Kepala Kantor Mufti Bulgaria yang menyatakan dalam sebuah pernyataan khusus dalam upaya mendesak Muslim Bulgaria untuk mengambil tindakan membela diri terhadap serangan yang menimpa mereka.
Pernyataan Senin kemarin (13/6) dari kantor kepala Mufti Bulgaria datang sehari setelah pada hari Minggu lalu penjaga masjid utama di pusat kota Sofia mengalami serangan brutal oleh penyerang tak dikenal hanya beberapa menit sebelum memulai shalat subuh pada hari Minggu.
Kantor kepala Mufti mengacu pada kejadian tanggal 20 Mei 2011, ketika ekstrimis dari partai nasionalis Ataka menyerang umat Islam yang shalat di luar Masjid Banya Bashi kota Sofia.
Kepala kantor Mufti bagaimanapun mengeluhkan bahwa banyak kejadian serupa telah mengikuti sejak insiden itu, dan menegaskan bahwa lembaga-lembaga negara Bulgaria telah gagal untuk melindungi kaum Muslimin di Bulgaria dan tempat ibadah mereka.
"Setelah kasus ini berikutnya menyusul aksi kekerasan terhadap seorang Muslim dan penodaan terhadap masjid, komunitas Muslim Bulgaria telah menerima pesan yang jelas bahwa negara tidak dapat melindungi kami, atau tidak ingin melakukan hal itu, yang meninggalkan kami dalam situasi yang sangat keras sebagai warga Uni Eropa yang masih berharap bahwa ada mekanisme demokrasi yang cukup baik untuk mencegah penindasan terhadap kami," tulis pernyataan dari kantor Mufti Bulgaria.
"Sayangnya, harapan kami berubah menjadi ilusi, harapan kami tidak terpenuhi, dan kami sekarang menyadari bahwa kami harus menyediakan untuk keamanan kami sendiri dan mempertahankan hak-hak kami. Beberapa kasus yang agak mengejutkan pada beberapa tahun terakhir telah membuat kami mengasumsikan bahwa umat Islam tidak diinginkan di negara ini, dan tekanan terhadap kami akan terus berlanjut. Mereka menunjukkan bahwa sebagian dari masyarakat Bulgaria bermusuhan dan agresif terhadap Islam, nilai-nilai Islam, dan komunitas Muslim," kata Kepala Kantor Mufti, menekankan bahwa insiden yang terjadi tidak boleh diperlakukan sebagai tindakan hooliganisme atau tindakan kriminal tetapi sebagai strategi umum dan intoleransi terhadap umat Muslim, yang mungkin dapat menyebabkan operasi dalam skala yang lebih besar.
"Ini semacam Islamophobia dan tekanan ini dinyatakan sebagai ancaman, penghinaan, membatasi hak-hak agama, dan kekerasan fisik yang harus diperlakukan sebagai upaya untuk menghasut konflik antar-agama, perang sipil, dan merupakan ancaman terhadap keamanan nasional," kantor kepala Mufti menyatakan.
Pernyataan itu lebih lanjut menjelaskan bahwa meskipun setelah serangan terhadap masjid Banya Bashi pada 20 Mei 2011 lalu, Muslim Bulgaria menerima dukungan dari para politisi, kaum intelektual, dan bagian dari masyarakat, kejadian serupa terus terjadi.
Kantor kepala Mufti mengatakan bahwa pada tanggal 30 Mei 2011, ia telah memperingatkan Menteri Dalam Negeri Tsvetan Tsvetanov mengenai beberapa serangan fisik terhadap aktivitas shalat umat Muslim tetapi tidak mendapat reaksi dari organisasi hak asasi manusia, pemerintah, masyarakat sipil, maupun partai-partai politik.
Lebih lanjut kantor kepala Mufti menyerukan kepada umat Islam di negara ini untuk melakukan penjagaan siang dan malam sebagai relawan untuk melindungi diri sendiri pada saat negara gagal melindungi kehormatan dan martabat Islam dan umat Islam.
"Langkah-langkah ini adalah awal dari kampanye perlindungan diri sendiri. Kami akan memberitahu Anda tentang langkah selanjutnya tergantung pada perkembangan masalah dan keinginan masyarakat. (fq/novinite).eramuslim.com

Hakim Pengadilan di Prancis Hina Seorang Muslimah Berjilbab

Hakim Pengadilan di Prancis Hina Seorang Muslimah Berjilbab



Collectif contre l'islamophobie, sebuah lembaga yang memantau kasus-kasus berlatar belakang islamofobia di Prancis mengecam pengadilan di kota Béziers dan hakim pengadilan kota itu, karena telah mempermalukan seorang muslimah hanya karena jilbab yang dikenakannya.
Muslimah bersangkutan berurusan dengan pengadilan karena sengketa hak perwalian terhadap anaknya. Saat hadir di persidangan, seorang polisi memintanya melepas jilbab dengan alasan untuk menghormati hakim, sesuai aturan persidangan. Polisi mengatakan, jika muslimah itu menolak melepas jilbabnya, maka persidangan akan dilakukan tanpa kehadiran muslimah tersebut.
Menurut laporan Collectif contre l'islamophobie, muslimah itu berusaha memenuhi aturan persidangan, dengan mengganti jilbabnya dengan mengenakan pengikat kepala yang menutupi rambutnya. Tapi seorang pegawai pengadilan tetap menolak muslimah itu hadir di ruang sidang. Pegawai tersebut mengatakan bahwa "jilbab" dilarang dan memerintahkan muslimah itu juga melepas pengikat kepalanya, jika ingin masuk ke ruang sidang.
Dalam persidangan, hakim malah mencela muslimah tadi dengan mengatakan bahwa ia adalah seorang ibu yang buruk karena membiarkan anak lelakinya masuk Islam. Hakim bahkan menyebutnya sebagai "tindakan barbar terhadap anak-anak".
"Jangan bilang pada saya bahwa agama Islam lebih bagus dibandingkan agama lainny," tukas si hakim seperti dilaporkan Collectif contre l'islamophobie.
Hakim makin mempersulit hak asuh muslimah yang jati dirinya dirahasiakan itu, meski bukti-bukti dalam persidangan menunjukkan bahwa anak tersebut tetap ingin bersama ibunya. Tapi si hakim mengatakan bahwa bukan seorang anak yang "memilih dan menentukan hukum dalam persidangan ini."
Atas kasus ini, Collectif contre l'islamophobie sudah melayangkan protes dan desakan pada kementerian kehakiman Prancis agar mengenakan sanksi disiplin pada hakim persidangan tersebut, karena telah menghina seorang muslimah karena latar belakang agamanya, termasuk sikap polisi dan pengawai pengadilan yang melarang muslimah itu mengenakan jilbab di persidangan. (kw/CCIF)
in/eramuslim.com

"Islam Menyembuhkanku dan Mengembalikan Jiwaku"

"Islam Menyembuhkanku dan Mengembalikan Jiwaku"


Christopher Patrick Nelson, warga negara AS keturunan Irlandia, masuk Islam ketika ia berusia 26 tahun. Sebelumnya, lelaki yang menganut agama Kristen ini pernah mempelajari berbagai keyakinan mulai dari Jainisme, ajaran Budha, Hindu, untuk menyembuhkan "penyakit"nya.
Sampai akhirnya ia menemukan Islam dan memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Ia mengakui Nabi Muhammad Saw sebagai model dari sebuah kehidupan spiritual yang komprehensif, dan Islam telah menyelamatkannya dari "penyakit kejiwaan" yang dideritanya serta membuatnya merasa menemukan jiwanya yang hilang.
Sejak kecil Christopher Patrick Nelson, sudah memiliki perilaku dan emosi yang labil. Pada usia 14 tahun, ia pernah dirawat di bangsal untuk pasien yang mengalami gangguan kejiwaan, karena tingkah lakunya yang tak terkontrol. Hingga usia dewasa, Nelson kerap mengalami depresi, tidak punya gairah melakukan apapun, inginnya tidur terus, dan yang terburuk merasa ingin mati saja. Beberapa kali Nelson melakukan percobaan bunuh diri, dengan mengiris pergelangan tangganya.
Pertama, ia didiagnosis menderita "paranoid-schizophrenia", sebuah istilah dalam bidang psikiatrik ketika para ahli tidak bisa menentukan dengan pasti problem yang diderita pasiennya. Kemudian, ia dinyatakan memiliki perangai "Bipolar", perangai ganda yang ekstrim, yang saling bertolak belakang. Sejak itu, Nelson berjuang menjalani kehidupannya yang kadang mengalami perubahan suasana hati yang ekstrim.
Orang-orang di lingkungan Nelson seringkali menyalahkan dirinya atas perilakunya yang tidak dewasa, karena tidak mengerti problem kejiwaan yang dialaminya. Kondisi ini menyulitkan Nelson dalam mendapatkan pekerjaan dan membina hubungan dengan sesamanya. Ia pernah bekerja kurang dari seminggu di sebuah restoran pizza. Nelson dipecat karena perilakunya yang kurang sopan pada pelanggan.
"Depresi itu seperti neraka. Rasa ini menyelinap dalam diri saya secara diam-diam seperti hantu. Saya ingat, saya menatap ke sebuah benda, misalnya sebuah meja tempat menyajikan kopi, tiba-tiba saya akan merasa kebingunan dan merasa hidup ini tak berarti," tukas Nelson.
Untuk menyembuhkan diri, Nelson mengikuti pengobatan yang disebutnya pengobatan gaya barat, seperti meditasi dan terapi bagi para penderita gangguan psikiatrik, di sebuah klinik di San Jose. Tapi ia merasa, pengobatan macam itu hanya menolongnya sesaat, tidak menyembuhkannya.
Sampai akhirnya, ia menemukan Islam bagi "penyakit"nya , tepat di depan sebuah tempat perawatan gangguan kejiwaan. "Saya selalu merasa, di lubuk hati saya, bahwa penyakit saya berhubungan dengan sesuatu dalam jiwa saya--obat-obatan dan terapi--oleh sebab itu, tidak akan pernah bisa menyembuhkannya," kata Nelson.
Dengan memeluk Islam, ia mempelajari ajaran Islam yang menurutnya mengajarkannya untuk membersihkan jiwa dari berbagai penyakit hati. "Islam memberi saya rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri," ujarnya.
"Saya merasakan, membaca doa tertentu pada Allah sangat membantu, untuk melindungi diri saya dari gangguan setan yang bisa menjerumuskan saya. Sikap disiplin dan berdoa membantu saya untuk mengendalikan emosi dan saya yang labil ..."
"Ketika rasa gelisah dan depresi itu menerpa, saya merasa dikelilingi oleh puluhan polisi, yang melempari saya dan mencaci maki saya. Saya pun berdoa, mendengarkan dan meyakini kata-kata yang saya ucapkan dalam doa saya. Seketika jiwa saya kembali tenang dan merasakan kedamaian," sambung Nelson.
Ia mengakui, untuk ketenangan jiwa, tidak cukup hanya doa tapi juga dipengaruhi oleh apa yang ia makan dan dengan siapa seseorang berkumpul. Menurut Nelson, berkumpul dengan sesama saudara seiman di masjid, banyak membantunya untuk menenangkan jiwa.
"Mengalami gangguan kejiwaan adalah sebuah perjuangan seumur hidup. Tapi setelah masuk Islam, saya merasakan akhirnya bisa mengendalikan diri saya. Islam mengajarkan saya untuk memurnikan hati dan jiwa saya," tandas Nelson. (kw/PNS)/eramuslim.com

Tony Blair: Saya Baca Al Quran Setiap Hari

Tony Blair: Saya Baca Al Quran Setiap Hari
Headline

Oleh: Vina Ramitha
INILAH.COM, London – Mantan Perdana Menteri (PM) Inggris mulanya enggan berbicara masalah agama. Namun setelah turun jabatan, ia menyatakan baru menganut Katolik. Kini, ia membaca Al Quran setiap hari.
Mulanya, Blair serta mantan Direktur Komunikasi dan Strategi pribadinya, Alastair Campbell, dikenal dengan ucapan khas mereka. “We don’t do God.” Sejak turun sebagai PM pada 2007, Blair perlahan berubah.
Beberapa bulan setelah turun, ia menyatakan pindah agama menjadi Katolik. Kini, ia menyatakan membaca kitab suci umat Islam, Al Quran, setiap hari. Menurut mantan pemimpin Partai Buruh ini, Al Quran membantunya melek iman.
“Melek iman amat penting di era globalisasi seperti ini. Saya membaca Al Quran setiap hari sebagai upaya untuk mengerti apa yang terjadi di dunia dan karena sifatnya yang instruktif,” ujar Blair dalam wawancara dengan majalah Observer.
Blair meyakini pengetahuannya mengenai Islam akan membantu perannya saat ini sebagai Duta Besar Timur Tengah untuk Kuartet PBB, AS, Uni Eropa (UE), dan Rusia. Ia ingin membantu menyelesaikan konflik menahun Palestina-Israel.
Tak hanya itu, Blair juga memuji Islam sebagai sebuah agama yang indah dan Nabi Muhammad ia katakan sebagai sosok yang kuat. Pada 2006, ia pernah menyatakan Al Quran sebagai kitab yang terus bereformasi, praktis, dan seakan dibuat mendahului zamannya.
Hubungan Blair dengan Islam ini bukanlah pertama kalinya. Tahun lalu, iparnya, Lauren Booth, memutuskan untuk menjadi mualaf setelah mendapatkan pengalaman spiritual di Iran. Booth memang telah lama mendekatkan dirinya pada komunitas Islam.
Mengetahui Blair yang disarankan agar tidak ‘bertuhan’ oleh Campbell saat menjabat sebagai PM, Booth sempat menyatakan harapan agar keputusannya menjadi Muslimah akan mengubah pandangan kakak iparnya itu. [nic]